ABSTRAKSI
Perjuangan untuk menjadikan negara kita menjadi negara
yang mandiri yang berdaulat tanpa keterikatan dengan negara lain merupakan
perjuangan yang sangat panjang. Dibawah kekuasaan penjajah seluruh kendali baik
perekonomian maupun politik berokrasi tunduk dan dalam kontrol oleh negara
lain. Tantangan demi tantangan yang dialami oleh para pendiri negara republik
ini dilalui dengan segala upaya.
Pencapaian
kemajuan perekonomian yang telah dirintis dengan susah payah terpaksa harus
dinodai apa yang namanya korupsi. Korupsi ibarat sudah mendarah daging dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Korupsi merupakan pekerjaan rumah yang
seakan-akan tidak mungkin terselesaikan. Hanya kebersamaan seluruh lapisan
masyarakat baik dari para pemangku pemerintah, para pengusaha, para
professional maupun seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali berbaur bersama
untuk menghindari apa yang namanya korupsi.
Kata
Kunci: Korupsi, Kode Etik, Etika Profesi, Etika Bisnis
BAB
I
LATAR
BELAKANG
Perjuangan
untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang mandiri yang berdaulat tanpa
keterikatan dengan negara lain merupakan perjuangan yang sangat panjang.
Dibawah kekuasaan penjajah seluruh kendali baik perekonomian maupun politik
berokrasi tunduk dan dalam kontrol oleh negara lain. Sehingga kondisi
perekonomian pada umumnya tidak berdaya, alih-alih
dapat memakmurkan masyarakat umum, untuk memenuhi kebutuhan yang paling primer
seperti makan sudah sangat sulit. Pasca negara merdeka, banyak pekerjaan rumah
yang harus disandang oleh para pemikir dan pengemban amanah di Republik ini untuk
dapat merubah menjadi negara yang berkecukupan dengan landasan masyarakat adil
dan makmur. Kondisi ekonomi
pada awal berdirinya Republik Indonesia sangat sulit. Hal ini disebabkan karena Indonesia yang baru merdeka dan belum memiliki
pemerintahan yang baik, dimana belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk
menangani perekonomian Indonesia. Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai
pola dan cara untuk mengatur ekonomi keuangan. Hal itu diperparah dengan Kondisi keamanan dalam negeri yang tidak stabil serta Belanda yang masih tetap
tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Selain itu keadaan politik
yang cepat berubah-ubah semakin memperburuk keadaan. Banyak rapat serta
kegiatan penting dilakukan mulai dari penunjukan presiden dan wakil presiden, pembentukan partai poitik, pembentukan perdana menteri serta kabinet, bahkan rencana pemindahan ibukota dilakukan pada saat itu.
Upaya
yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonominya mulai dilakukan pertama-tama adalah dengan melakukan pinjaman nasional.
Pelaksanaan pinjaman ini cukup mendapat dukungan dari masyarakat. Namun
kekacauan semakin bertambah dengan munculnya mata uang NICA di
daerah yang diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh Panglima AFNEI yang
baru (Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford). Uang NICA ini dimaksudkan untuk
menggantikan uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun saat itu. Karena
tindakan sekutu tersebut maka pemerintah Indonesiapun mengeluarkan uang kertas
baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang.
Pada
awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650% per tahun. Angka inflasi yang sangat fantastis dalam sejarah
peradaban perekonomian Indonesia. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana
dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan
pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme
tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam
kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu
teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara
terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak
dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan
kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan
pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya
diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan
: kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan
kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran
pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai
membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun
(REPELITA).
Grafik
1: Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan
Perkapita di Indonesia (1990-2013)
Sumber : BPS – Indikator Sosial Ekonomi Indonesia
(Agustus 2013) dan IMF-World Economic
Outlook Database (Oktober 2013)
Secara
historis pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 1990 hingga 1996 selalu
berkisar antara 6 sampai 8%, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun
1995 sebesar 8,22%. Namun imbas krisis keuangan di Asia telah menyebabkan krisis
multidimensional di Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi mulai mengalami
perlambatan sejak tahun 1997, bahkan mengalami minus 13.1% pada tahun 1998. Pembenahan
perekonomian, berokrasi dan pemerataan di segala bidang terus diupayakan oleh
pengganti presiden selanjutnya. Pada era kepemimpinan Habibie, target perbaikan
perekonomian yang dicanangkan adalah: merekapitulasi perbankan, merekonstruksi
perekonomian Indonesia, melikuidasi beberapa bank bermasalah, menaikkan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,- dan mengimplementasikan reformasi
ekonomi yang di syaratkan oleh IMF. Terpilihnya Abdurrahman Wahid menjadi
Presiden RI dipicu dari penolakan MPR atas laporan B.J. Habibie. Gusdur
melakukan banyak trobosan untuk mengangkat kaum minoritas. Pada masa jabatan
yang sangat singkat, gusdur sering sekali melakukan kunjungan keluar negeri
dengan tujuan untuk memperbaiki citra Indonesia dimata dunia sekaligus membuka
peluang untuk melakukan kerjasama dengan Negara-negara yang beliau kunjungi.
Gusdur juga melakukan perdamaian dengan Israel. Gusdur adalah orang yang menjunjung tinggi kebebasan umat beragama, menekankan bahwa Islam tidak boleh memandang segala sesuatu yang berbau Barat adalah kesalahan. Bekerja sama dengan Israel bukan berarti membenci atau melucuti dukungan Palestina. Dibidang perekonomian, banyak orang menduga bahwa ekonomi Indonesia tahun 2002 akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif. Gusdur dan kabinetnya tidak menunjukkan keinginan politik yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip ’’once and poor all’’. Pemerintah Gusdur cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah Amandemen UU BI, masalah desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi utang, dan masalah divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang kontroversial dan inkonsisten, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya ’sense of crisis’ terhadap kondisi riil perekonomian Negara saat itu. Era Megawati kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%. PDB nominal meningkat dari 164 miliar dolar AS pada tahun 2001 menjadi 258 miliar dolar AS tahun 2004. Demikian juga pendapatan perkapita meningkat persentase yang cukup besar dari 697 dolar AS ke 1.191 dolar AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor juga membaik dengan pertumbuhan 5% tahun 2002 dibandingkan minus (9,3%) tahun 2001, dan terus naik hingga mencapai 12% tahun 2004. Namun demikian, neraca perdagangan (NP), yaitu saldo ekspor (X) -impor (M) barang, maupun transaksi berjalan (TB), sebagai persentase dari PDB, mengalami penurunan.
Gusdur juga melakukan perdamaian dengan Israel. Gusdur adalah orang yang menjunjung tinggi kebebasan umat beragama, menekankan bahwa Islam tidak boleh memandang segala sesuatu yang berbau Barat adalah kesalahan. Bekerja sama dengan Israel bukan berarti membenci atau melucuti dukungan Palestina. Dibidang perekonomian, banyak orang menduga bahwa ekonomi Indonesia tahun 2002 akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif. Gusdur dan kabinetnya tidak menunjukkan keinginan politik yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip ’’once and poor all’’. Pemerintah Gusdur cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah Amandemen UU BI, masalah desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi utang, dan masalah divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang kontroversial dan inkonsisten, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya ’sense of crisis’ terhadap kondisi riil perekonomian Negara saat itu. Era Megawati kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%. PDB nominal meningkat dari 164 miliar dolar AS pada tahun 2001 menjadi 258 miliar dolar AS tahun 2004. Demikian juga pendapatan perkapita meningkat persentase yang cukup besar dari 697 dolar AS ke 1.191 dolar AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor juga membaik dengan pertumbuhan 5% tahun 2002 dibandingkan minus (9,3%) tahun 2001, dan terus naik hingga mencapai 12% tahun 2004. Namun demikian, neraca perdagangan (NP), yaitu saldo ekspor (X) -impor (M) barang, maupun transaksi berjalan (TB), sebagai persentase dari PDB, mengalami penurunan.
Grafik 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, 2011 – 2013 (y-o-y, dalam %)
Pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh sektor
Komunikasi dan Transportasi, Demikian juga sektor primer mengalami peningkatan
namun dengan laju pertumbuhan yang semakin rendah.
Catatan:
Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dan Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dan Sektor Konstruksi
Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; dan Sektor Jasa-jasa
Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dan Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dan Sektor Konstruksi
Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; dan Sektor Jasa-jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Masa
kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) periode 2004-2009 (pemerintahan
SBY-Kalla) telah menetapkan sasaran pokok pembangunan lima tahun 2004-2009
sebagai berikut; menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 9,7 persen dari
angkatan kerja (9,9 juta jiwa) di tahun 2004 menjadi 5,1 persen (5,7 juta jiwa)
pada tahun 2009, mengurangi tingkat kemiskinan dari 16,6 persen dari total
penduduk (36,1 juta jiwa) menjadi 8,2 persen (18,8 juta jiwa) di tahun 2009,
dan untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut ditargetkan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun selama periode 2004-2009.
Periode kepemimpinan kedua pemerintahan SBY – Boediono (2009-2014), memiliki karakteristik pemerintahan yang berbeda dari masa pemrintahan sebelumnya, Periode 2009-2014, SBY banyak melakukan perubahan kebijakan khususnya di bidang perekonomian antara lain adalah mengganti pola kebijakan perekonomian yang selama ini mengarah ke Amerika Serikat (arah ini sudah di anut sejak era Orba – seperti America’s Way), ke arah China (China’s Way). Satu hal yang paling menonjol dalam “China’s Way” adalah agresifitas yang dimulai dalam membangun infrastruktur dan serta langkah nyata dan konsisten tanpa pandang bulu dalam mencegah dan membasmi korupsi. SBY melakukan pembangunan berkelanjutan selama masanya menjabat sebagai presiden 2 kali berturut-turut. Salah satu contoh pembangunan berkelanjutan tersebut adalah kebijakan subsidi BBM, pembentukan perumahan murah bagi rakyat yang akan menampung rakyat miskin yang hidup di kolom jembatan, juga golongan rakyat lain yang belum punya rumah layak, kebijakan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) daerah yang dijalankan dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025 dalam konteks jangka panjang, pembangunaan pedesaan didorong keterkaitannya dengan pembangunan perkotaan secara sinergis dalam suatu wilayah pengembangan ekonomi. Dari sisi program nasional, SBY mendorong pengembangan agroindustri padat pekerja di sektor pertanian dan kelautan, sebagaimana kebijakan dana Rp 100 juta per desa untuk program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), program pertanian kawasan transmigrasi, maupun program pengembangan masyarakat pesisir dan kepulauan, serta reformasi agraria untuk meningkatkan akses lahan bagi petani desa. SBY juga telah mendorong pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan pedesaan dan kota-kota kecil terdekat. Pengembangan itu didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pedesaan maupun berbagai kegiatan sektoral dari Kementerian daerah, serta peningkatan kesehatan masyarakat.
Periode kepemimpinan kedua pemerintahan SBY – Boediono (2009-2014), memiliki karakteristik pemerintahan yang berbeda dari masa pemrintahan sebelumnya, Periode 2009-2014, SBY banyak melakukan perubahan kebijakan khususnya di bidang perekonomian antara lain adalah mengganti pola kebijakan perekonomian yang selama ini mengarah ke Amerika Serikat (arah ini sudah di anut sejak era Orba – seperti America’s Way), ke arah China (China’s Way). Satu hal yang paling menonjol dalam “China’s Way” adalah agresifitas yang dimulai dalam membangun infrastruktur dan serta langkah nyata dan konsisten tanpa pandang bulu dalam mencegah dan membasmi korupsi. SBY melakukan pembangunan berkelanjutan selama masanya menjabat sebagai presiden 2 kali berturut-turut. Salah satu contoh pembangunan berkelanjutan tersebut adalah kebijakan subsidi BBM, pembentukan perumahan murah bagi rakyat yang akan menampung rakyat miskin yang hidup di kolom jembatan, juga golongan rakyat lain yang belum punya rumah layak, kebijakan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) daerah yang dijalankan dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025 dalam konteks jangka panjang, pembangunaan pedesaan didorong keterkaitannya dengan pembangunan perkotaan secara sinergis dalam suatu wilayah pengembangan ekonomi. Dari sisi program nasional, SBY mendorong pengembangan agroindustri padat pekerja di sektor pertanian dan kelautan, sebagaimana kebijakan dana Rp 100 juta per desa untuk program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), program pertanian kawasan transmigrasi, maupun program pengembangan masyarakat pesisir dan kepulauan, serta reformasi agraria untuk meningkatkan akses lahan bagi petani desa. SBY juga telah mendorong pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan pedesaan dan kota-kota kecil terdekat. Pengembangan itu didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pedesaan maupun berbagai kegiatan sektoral dari Kementerian daerah, serta peningkatan kesehatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Kode Etik dan Korupsi
Pada
dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan
Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat sebagai
seorang professional. Biggs dan Blocher (1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi
kode etik yaitu : 1). Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
2). Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. 3).
Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi. Menurut
Tuanakotta (2007 : 58) kode etik berisi nilai-nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi bisa
eksis karena ada integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain),
rasa hormat dan kehormatan (respect
dan honor), dan nilai-nilai luhur
lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust)
dari pengguna dan stakeholders
lainnya.
Pengertian
etika dilihat dari sudut klaim sejarah pengetahuan, merupakan cabang filsafat,
biasanya disebut filsafat moral. Sering kali mata kuliah ”Filsafat Moral”
diganti dengan kuliah ”Etika”. Jadi, etika berarti filsafat moral. Filsafat ini
merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, tetapi mempersoalkan bagaimana
manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh berbagai norma.
Berkaitan dengan kondisi dan banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia saat
ini. Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya dalam pemberatasan kenakalan
para pejabat-pejabat di negeri ini. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia
belum juga berhasil diberantas. Diperlukan sebuah ikhtiar yang keras untuk
memberantas dan mencegah itu. Salah satunya dengan membuat rambu yang jelas
bagi penyelenggara negara agar tak menyalahgunakan jabatannya. Karenanya,
diusulkan Indonesia ke depan harus mempunyai Kode Etik Penyelenggara Negara
untuk mendukung kebijakan anti-korupsi.
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio
dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah
tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta
pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Korupsi umumnya
didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan di sektor pemerintahan (missue of public office) untuk
keuntungan pribadi (Tuanakotta, 2007 : 117). Korupsi yang didefinisikan seperti
itu meliputi : penjualan kekayaan negara secara tidak sah oleh pejabat, kickback dalam pengadaan di sektor
pemerintahan, penyuapan dan pencurian (embezzlement)
dana-dana pemerintah. Korupsi menunjukkan ketiadaan integritas dalam
pemerintah, salah guna kekuasaan, dan kebijakan yang cenderung kooperatif
dengan keuntungan personal baik itu ekonomi, sosial, politik, atau ideologi
(Johnston 1986; Warburton 1998).
Grafik 3: Partai Terlibat Korupsi Periode 2002 - 2014
Sumber: www.antikorupsi.org
Korupsi ibarat sudah mendarah daging dalam segala
lapisan masyarakat. Mengambil kasus yang ringan seperti pengurusan KTP yang
terjadi di masyarakat umum, dari mulai permintaan surat pengantar RT sudah
dikenakan biaya, belum di RW sampai penyelesaian akhir di kantor kelurahan.
Pungutan-pungutan liar ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat sehingga tidak
disadari bahwa kegiatan ilegal tersebut merupakan bagian praktek korupsi yang
telah berjalan selama ini. Dari grafik 3 diatas dengan jelas menggambarkan
bagaimana suatu partai politik yang notabene
sebagai pengemban amanah seluruh rakyat yang telah mempercayakan kepada
partai-parti politik, ternyata banyak melakukan selingkuh dan tanpa ada rasa
malu apalagi bersalah melanggar janji-janji yang telah disampaikan sewaktu masa
kampanye. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- Perbuatan melawan hukum,
- Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
- Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
- Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan
semuanya, adalah:
- Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
- Penggelapan dalam jabatan,
- Pemerasan dalam jabatan,
- Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan;
Dalam arti
yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi atau kepentingan organisasinya. Lembaga pemerintah
sebagai pemangku banyak kepentingan masyarakat luas merupakan ladang korupsi
yang sangat empuk bagi para pengemban amanah yang tidak bertanggung jawab. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi
berat yang diresmikan, dan sebagainya. Tindakan antikorupsi memerlukan
perubahan dalam struktur dan proses birokrasi. Perubahan organisasi diperlukan
untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang korup. Instrumen yang ada diantaranya
pengadaan dan manajemen anggaran publik, reformasi administrasi, perlunya
audit, sistem peradilan yang independen, kesadaran etika melalui informasi dan
pendidikan publik. Inovasi birokrasi seperti kesepakatan rotasi, yuridiksi yang
overlaping, organisasi yang paralel, dan birokrasi yang kompetitif,
kalau dikombinasikan, maka akan mengurangi peluang munculnya korupsi (Caiden
1979, 297).
Korupsi dan Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar
formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang
digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan
jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1. Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di
dalamnya.
2. Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat.
3. Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi
pihak-pihak yang melakukannya.
Bisnis adalah kegiatan yang
mengutamakan rasa saling percaya. Dengan saling percaya, kegiatan bisnis akan
berkembang baik. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang
menjamin kegiatan. Kickback (secara
harafiah berarti tendangan balik) merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana
penjual meng”iklaskan” sebagian dari hasil penjualannya. Prosentase yang diiklaskannya
itu bisa diatur dimuka, atau diserahkan sepenuhnya kepada “keiklasan”
penjualan. Dalam hal terakhir, apabila penerima kickback menganggap terlalu kecil, maka akan mengalihkan bisnisnya
ke rekanan yang lebih “iklas” (memberi kickback
yang lebih tinggi, Tuanakotta (2007;99). Pengaruh Korupsi terhadap Etika Bisnis di Indonesia:
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Korupsi
melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan.
3. Korupsi
menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
4. Korupsi
berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Kasus-kasus
yang dikatagorikan korupsi yang banyak terjadi didunia usaha sangatlah luar
biasa bahkan lebih nekat daripada yang dilakukan oleh para pejabat negara. Cuma
perbedaan yang menyolok saat ini yang terjadi di sektor swasta, biasanya kalau
tindakan korupsi sudah diketahui, beberapa pemilik melakukan tegoran keras
sampai dengan pemecatan secara tidak hormat. Kasus korupsi yang terjadi di sektor
swasta yang berlanjut ke ranah hukum sangatlah kecil. Alasan terbesar bagi para
pemilik perusahaan adalah tidak ingin direpotkan yang lebih besar lagi atas
proses hukum yang berbelit dengan membutuhkan waktu dan pembiayaan yang tidak
sedikit. Beberapa korupsi yang banyak melibatkan manajemen swasta antara lain:
penggelembungan biaya operasional proyek oleh manajer pelaksana, permainan
discount oleh para tenaga pemasaran (seperti perusahaan memberikan kebijakan
discount untuk para konsumen 5% dari harga jual, oleh para marketing dengan
segala kemampuannya untuk meyakinkan konsumen dapat terealisasi 3%, sedangkan
2% diambil oleh marketing), permainan discount pembelian oleh tenaga pembelian,
modifikasi laporan keuangan yang tidak sebenarnya untuk keperluan tertentu
misalnya peminjaman dana investasi, pelaporan ke pajak, modifikasi laporan
keuangan untuk kepentingan akuisisi perusahaan dan sebagainya.
Efek dari korupsi
yang terjadi di perusahaan sudah tentu akan banyak menghambat perkembangan
investasi yang saat ini baru digalakkan oleh pemerintah. Laba operasi yang
menjadi tujuan utama perusahaan yang sebagian laba akan diberdayakan untuk pengembangan
usaha akan terhambat dan terkoreksi akibat korupsi yang dilakukan oleh personel
manajemen perusahaan. Laba yang terkoreksi memungkinkan rencana perusahaan
untuk melakukan ekspansi tertunda bahkan tidak dilanjutkan akibat pendanaan
yang masuk ke pribadi personel manajemen dengan tindakan seperti permainan
discount dan sebagainya seperti di uraikan diatas. Efek dari korupsi
memungkinkan melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan. Perusahaan yang rapuh dengan manajemen yang tidak sehat akan
semakin memberatkan program-program pembangunan pemerintah yang banyak
melibatkan pada sektor swasta. Laju perekonomian yang lambat, daya beli antar
perusahaan yang sangat kurang, tingkat persaingan yang tidak sehat akan berefek
secara luas kepada tatanan masyarakat secara umum. Masyarakat tidak banyak
menikmati pembangunan, karena pembangunan yang menguasai oleh orang-orang
tertentu yang mempunyai akses dan kekuasaan yang lebih. Korupsi menghambat
upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Kesenjangan kehidupan
yang dirasakan oleh masyarakat luas saat ini karena adanya perbedaan yang
menyolok antara orang-orang yang berduit dengan orang-orang yang kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Dikota-kota besar kita dapat melihat dengan
nyata atas perbedaan yang menyolok tersebut, seperti orang-orang yang berduit
dengan kehidupan mewahnya ataupun fasilitas kemewahannya seperti kendaraan,
rumah dan sebagainya. Dilain pihak kita akan melihat para pengemis jalanan, orang-orang
yang tinggal dibawah jembatan atau di lingkungan pembuangan sampah dengan
kehidupan yang sangat memprihatinkan. Korupsi yang terjadi dan berjalan akan
semakin memisahkan secara jelas antara kehidupan masyarakat berduit dengan
masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi secara nyata. Korupsi berdampak
pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Para koruptor tidak akan mau tau
apakah tindakan yang dilakukannya tersebut akan banyak merugikan kepada
masyarakat luas atau tidak. Di lingkungan perusahaan, kebanyakan tindakan
penyelewengan tersebut biasanya akan dilakukan secara bersama-sama dengan
karyawan terkait. Maka kadang kita suka mendengan atas posisi jabatan basah atau kering. Maksudnya adalah kalau kita dapat posisi jabatan yang basah
berarti peluang untuk mendapatkan pendapatan diluar resmi sangat tinggi,
seperti tenaga marketing yang berhasil memainkan discount untuk konsumen akan
mempunyai peluang pendapatan tambahan yang tidak sedikit, para manajer proyek
kalau berhasil memodifikasi laporan operasional proyek akan mendapatkan sisa
penghematan yang mereka lakukan yang seharusnya akan dikembalikan ke perusahaan.
Pengawasan yang lemah oleh manajemen akan menyuburkan praktek-praktek ilegal
tersebut. Sehingga akan banyak merusak kaedah moral sebagai bagian manajemen
yang sehat yang secara tidak langsung akan melemahkan sistem manajemen
perusahaan secara luas, yang akhirnya akan timbul kerugian yang besar bagi
seluruh komponen manajemen perusahaan dari pemilik, komisaris, direktur,
manajer maupun staf perusahaan.
Korupsi dan Etika Profesi
Berkaitan
antara profesi dan etika menurut Purwanto (2007) adalah memperbincangkan
profesi tanpa mengaitkannya dengan persoalan etika ibarat memperbincangkan
pergaulan laki-laki dan perempuan tanpa mengaitkannya dengan nilai moral sebuah
perkawinan; atau memperbincangkan hubungan orang tua (ayah-ibu) dengan anak
kandungnya tanpa mengindahkan nilai etika kesantunan, norma adat istiadat,
serta ajaran agama yang telah mengaturnya. Segala bentuk pelanggaran dan
penyimpangan terhadap tata pergaulan dianggap sebagai tindakan yang tidak
bermoral (amoral), tidak etis, dan lebih kasar lagi dikatakan sebagai tindakan
yang tidak beradab alias biadab. Apabila pengertian etika tersebut dihubungkan
dengan kehidupan bermasyarakat tentu etika sangatlah penting karena menjadi
peraturan yang tidak tertulis yang dapat mengikat perilaku manusia baik
hubungannya dengan orang lain, diri sendiri maupun terhadap Tuhannya. Hakekat
manusia sebagai makhluk sosial berbudaya menurut kodratnya memilki sifat ingin
berkelompok untuk melampiaskan keinginan dan hasrat sebagai pemenuhan
kehendaknya.
Dalam
perspektif kehidupan profesi dikaitkan dengan kegiatan korupsi, etika profesi
atau kode etik profesi yang dianggap sebagai pedoman suatu moralitas yang
apabila dipatuhi atau ditaati sepenuhnya oleh seorang profesionalis, maka
setidaknya ada sebuah harapan bahwa dengan demikian kode etik profesi sangat
berperan besar dalam hal mereduksi kegiatan korupsi yang dilakukan oleh
kalangan profesionalis, sebab profesionalisme dan etika profesi merupakan suatu
kesatuan yang manunggal, yang dalam hal ini etika profesi berperan sebagai alat
pengatur karena etika profesi mengontrol perilaku anggotanya agar tetap bekerja
menurut etika yang disepakatinya. Menurut para revisionist fungsional, korupsi di
negara-negara miskin dapat mendorong pembangunan ekonomi, partisipasi politik,
implementasi kebijakan, dan efisiensi administrasi. Robert Merton (1957)
menandaskan bahwa mesin politik klasik, meskipun korup, memiliki beberapa
fungsi laten yang bermanfaat. Pemimpin politik menjadi sarana penting dalam
kekuasaan terpusat, mesin politik menjadi sarana yang menjamin bantuan bagi
individu atau kelompok, termasuk kaum miskin yang memerlukan pekerjaan dan
bisnis yang memerlukan political privileges. Masalahnya sekarang bagaimana dengan korupsi yang dilakukan oleh
para politikus jika dikaitkan dengan etika, khususnya etika profesi? Politikus
bukanlah profesi yang jelas-jelas tidak meiliki kode etik profesi. Di luar konteks
peraturan perundangan, hanya moral si politikus lah yang menjadi rambu-rambu
atas keingingannya untuk melakukan perbuatan korupsi. Namun apalah artinya
moral masa kini, yang menilai baik buruk suatu moral adalah orang lain yang
dalam hal ini dilakukan oleh masyarakat umum. Penilaian dan pemberian label
sebagai seorang koruptor bukanlah menjadi jaminan tidak akan terjadi korupsi
lagi di negeri ini, sepanjang ada niat seseorang (pejabat) untuk memperkaya
diri sendiri dengan cara “mencuri” uang rakyat yang jelas-jelas bertentangan
dengan norma hukum dan moral serta etika masih terus tertanam didalam diri si
pelaku korupsi, maka praktek korupsi pasti masih akan terus berlanjut hingga
kapanpun.
Dalam
bidang profesi akuntan, terdapat prinsip atika yang telah diterapkan dalam pelaksanaan dan implementasi profesi
ini. Prinsip
Etika Profesi Akuntan antara lain: tanggung
jawab
profesi, kepentingan
publik, integritas, obyektivitas, kompetensi
dan kehati-hatian
profesional, kerahasiaan, perilaku
profesional, dan standar
teknis. Beberapa
pelanggaran etika atas profesi ini yang telah terpublikasikan antara lain:
Kasus modifikasi pelaporan keuangan pada PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan
kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan
bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila
dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63
milyar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun
tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu,
pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar
akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau
asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan
keuangan telah terjadi di sini. Kasus besar lainnya yang terjadi di Amerika
Serikat adalah kasus manipulasi KAP
Andersen dan Enron. Sedemikian besarnya kasus tersebut sehingga paska kasus ini
terdapat pembenahan tatanan pemeriksa eksternal berkaitan dengan independensi.
Dalam kasus Enron ini Andersen melakukan audit internal dan audit
external untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya. Enron corporation adalah salah satu
klien terbesar Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10 milyar per
tahunnya. Dalam rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh,
dibukalah partnership-partneship yang diberi nama “special purpose partnership”. Partner dagang yang dimiliki oleh
Enron hanya satu untuk setiap partnership dan partner tersebut hanya menyumbang
modal yang sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan).
Orang awam pasti bertanya mengapa Enron berminat untuk berpartisipasi dalam partnership
dimana Enron menyumbang 97% dari modal. Muncul pertanyaan dari mana Enron
membiayai partnership-partnership tersebut? Pembiayaan tersebut ternyata
diperoleh Enron dengan “meminjamkan” saham Enron (induk perusahaan) kepada
Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership tersebut.
Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan dirinya sendiri.
Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari partnership-partnership tersebut
dalam laporan keuangan yang ditujukan kepada pemegang saham dan Security
Exchange Commission (SEC). Lebih jauh lagi, Enron bahkan memindahkan
utang-utang sebesar $US 690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke
partnership partnership tersebut. Total hutang yang berhasil disembunyikan
adalah $US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari induk perusahaan
terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $US90
pada bulan Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu
tersebut, Enron telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak $US650miliar. Manipulasi
yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron
Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini.
Pada bulan September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam
laporan pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian
sebesar $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun
dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir,
Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan
ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan
harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen.
BAB III
PENUTUP
Dengan
segala upaya, memang sangat sulit bagi pemerintah untuk memberantas korupsi di
birokrasi sampai tuntas. Hal ini karena korupsi merupakan bagian yang tak
terhindarkan dalam kehidupan manusia dan selalu dan akan selalu ada dalam
peradaban manusia. Pandangan korupsi dari generasi ke generasi tentunya
mempunyai penekanan yang berbeda-beda. Dari era kepemimpinan Soekarno,
Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati dan terakhir oleh SBY. Para pemangku
kepentingan mempunyai tantangan besar dalam menerjemahkan korupsi maupun
tindakan pencegahannya. Sehingga dari kalangan pemerintahan, profesi, bisnis
maupun seluruh kalangan masyarakat akan lebih mengetahui batasan-batasan
pelanggaran korupsi yang harus dihindari dan tindakan yang benar yang harus
dilakukan dalam lingkungan masyarakat luas.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Caiden, Gerald and Dwivedi O.P.
(Ed). Where Corruption Lives. Kumarian Press Inc. 2001.
Lesmana M.A., Prof. Dr. Tjipta .
2009, “DARI SOEKARNO SAMPAI SBY : Intrik & lobi Politik Para Penguasa”, Gramedia
– Jakarta
Kencana Syafiie, Inu, Azhari. 2005, “Sistem
Politik Indonesia” PT. Refika Aditama – Bandung.
Tuanakotta,
Theodorus M., 2007, “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI – Jakarta.
Purwanto, Yadi. 2007, Etika Profesi Psikologi Profetik Perspektif
Psikologi Islami, Refika Aditama, Surakarta.
http://www.History Indonesia.com/
http://www.nusantaranews.wordpress.com/
http://www.antikorupsi.org