Jumat, 07 November 2014

PENGARUH KORUPSI TERHADAP KODE ETIK



ABSTRAKSI

Perjuangan untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang mandiri yang berdaulat tanpa keterikatan dengan negara lain merupakan perjuangan yang sangat panjang. Dibawah kekuasaan penjajah seluruh kendali baik perekonomian maupun politik berokrasi tunduk dan dalam kontrol oleh negara lain. Tantangan demi tantangan yang dialami oleh para pendiri negara republik ini dilalui dengan segala upaya.
Pencapaian kemajuan perekonomian yang telah dirintis dengan susah payah terpaksa harus dinodai apa yang namanya korupsi. Korupsi ibarat sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Korupsi merupakan pekerjaan rumah yang seakan-akan tidak mungkin terselesaikan. Hanya kebersamaan seluruh lapisan masyarakat baik dari para pemangku pemerintah, para pengusaha, para professional maupun seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali berbaur bersama untuk menghindari apa yang namanya korupsi.
Kata Kunci: Korupsi, Kode Etik, Etika Profesi, Etika Bisnis



BAB I
LATAR BELAKANG
 
Perjuangan untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang mandiri yang berdaulat tanpa keterikatan dengan negara lain merupakan perjuangan yang sangat panjang. Dibawah kekuasaan penjajah seluruh kendali baik perekonomian maupun politik berokrasi tunduk dan dalam kontrol oleh negara lain. Sehingga kondisi perekonomian pada umumnya tidak berdaya, alih-alih dapat memakmurkan masyarakat umum, untuk memenuhi kebutuhan yang paling primer seperti makan sudah sangat sulit. Pasca negara merdeka, banyak pekerjaan rumah yang harus disandang oleh para pemikir dan pengemban amanah di Republik ini untuk dapat merubah menjadi negara yang berkecukupan dengan landasan masyarakat adil dan makmur. Kondisi ekonomi pada awal berdirinya Republik Indonesia sangat sulit. Hal ini disebabkan karena Indonesia yang baru merdeka dan belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani perekonomian Indonesia. Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk mengatur ekonomi keuangan. Hal itu diperparah dengan Kondisi keamanan dalam negeri yang tidak stabil serta  Belanda yang masih tetap tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Selain itu keadaan politik yang cepat berubah-ubah semakin memperburuk keadaan. Banyak rapat serta kegiatan penting dilakukan mulai dari penunjukan presiden dan wakil presiden,  pembentukan partai poitik, pembentukan perdana menteri serta kabinet, bahkan rencana pemindahan ibukota dilakukan pada saat itu.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonominya mulai dilakukan pertama-tama adalah dengan melakukan pinjaman nasional. Pelaksanaan pinjaman ini cukup mendapat dukungan dari masyarakat. Namun kekacauan semakin bertambah dengan munculnya mata uang NICA di daerah yang diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh Panglima AFNEI yang baru (Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford). Uang NICA ini dimaksudkan untuk menggantikan uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun saat itu. Karena tindakan sekutu tersebut maka pemerintah Indonesiapun mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang.
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650% per tahun. Angka inflasi yang sangat fantastis dalam sejarah peradaban perekonomian Indonesia. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
Grafik 1:    Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita di Indonesia (1990-2013)
 Sumber : BPS – Indikator Sosial Ekonomi Indonesia (Agustus 2013) dan IMF-World Economic Outlook Database (Oktober 2013)
Secara historis pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 1990 hingga 1996 selalu berkisar antara 6 sampai 8%, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 8,22%. Namun imbas krisis keuangan di Asia telah menyebabkan krisis multidimensional di Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi mulai mengalami perlambatan sejak tahun 1997, bahkan mengalami minus 13.1% pada tahun 1998. Pembenahan perekonomian, berokrasi dan pemerataan di segala bidang terus diupayakan oleh pengganti presiden selanjutnya. Pada era kepemimpinan Habibie, target perbaikan perekonomian yang dicanangkan adalah: merekapitulasi perbankan, merekonstruksi perekonomian Indonesia, melikuidasi beberapa bank bermasalah, menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,- dan mengimplementasikan reformasi ekonomi yang di syaratkan oleh IMF. Terpilihnya Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI dipicu dari penolakan MPR atas laporan B.J. Habibie. Gusdur melakukan banyak trobosan untuk mengangkat kaum minoritas. Pada masa jabatan yang sangat singkat, gusdur sering sekali melakukan kunjungan keluar negeri dengan tujuan untuk memperbaiki citra Indonesia dimata dunia sekaligus membuka peluang untuk melakukan kerjasama dengan Negara-negara yang beliau kunjungi.
Gusdur juga melakukan perdamaian dengan Israel. Gusdur adalah orang yang menjunjung tinggi kebebasan umat beragama, menekankan bahwa Islam tidak boleh memandang segala sesuatu yang berbau Barat adalah kesalahan.  Bekerja sama dengan Israel bukan berarti  membenci atau melucuti dukungan Palestina. Dibidang perekonomian, banyak orang menduga bahwa ekonomi Indonesia tahun 2002 akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif. Gusdur dan kabinetnya tidak menunjukkan keinginan politik yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip ’’once and poor all’’. Pemerintah Gusdur cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah Amandemen UU BI, masalah desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi utang, dan masalah divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang kontroversial dan inkonsisten, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya ’sense of crisis’ terhadap kondisi riil perekonomian Negara saat itu. Era Megawati kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%. PDB nominal meningkat dari 164 miliar  dolar AS pada tahun 2001 menjadi 258 miliar dolar AS tahun 2004. Demikian juga pendapatan perkapita meningkat persentase yang cukup besar dari 697 dolar AS ke 1.191 dolar AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor juga membaik dengan pertumbuhan 5% tahun 2002 dibandingkan minus (9,3%) tahun 2001, dan terus naik hingga mencapai 12% tahun 2004. Namun demikian, neraca perdagangan (NP), yaitu saldo ekspor (X) -impor (M) barang, maupun transaksi berjalan (TB), sebagai persentase dari PDB, mengalami penurunan.
Grafik 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, 2011 – 2013 (y-o-y, dalam %)
Pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh sektor Komunikasi dan Transportasi, Demikian juga sektor primer mengalami peningkatan namun dengan laju pertumbuhan yang semakin rendah.


Catatan:
Sektor Primer: Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; dan Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor Industri: Sektor Industri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dan Sektor Konstruksi
Sektor Jasa: Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; dan Sektor Jasa-jasa
Sumber: BPS dan CEIC (2014)
Masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) periode 2004-2009 (pemerintahan SBY-Kalla) telah menetapkan sasaran pokok pembangunan lima tahun 2004-2009 sebagai berikut; menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 9,7 persen dari angkatan kerja (9,9 juta jiwa) di tahun 2004 menjadi 5,1 persen (5,7 juta jiwa) pada tahun 2009, mengurangi tingkat kemiskinan dari 16,6 persen dari total penduduk (36,1 juta jiwa) menjadi 8,2 persen (18,8 juta jiwa) di tahun 2009, dan untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut ditargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun selama periode 2004-2009.
Periode kepemimpinan kedua pemerintahan SBY – Boediono (2009-2014), memiliki karakteristik pemerintahan yang berbeda dari masa pemrintahan sebelumnya, Periode 2009-2014, SBY banyak melakukan perubahan kebijakan khususnya di bidang perekonomian antara lain adalah mengganti pola kebijakan perekonomian yang selama ini mengarah ke Amerika Serikat (arah ini sudah di anut sejak era Orba – seperti America’s Way), ke arah China (China’s Way). Satu hal yang paling menonjol dalam “China’s Way” adalah agresifitas yang dimulai dalam membangun infrastruktur dan serta langkah nyata dan konsisten tanpa pandang bulu dalam mencegah dan membasmi korupsi. SBY melakukan pembangunan berkelanjutan selama masanya menjabat sebagai presiden 2 kali berturut-turut. Salah satu contoh pembangunan berkelanjutan tersebut adalah kebijakan subsidi BBM, pembentukan perumahan murah bagi rakyat yang akan menampung rakyat miskin yang hidup di kolom jembatan, juga golongan rakyat lain yang belum punya rumah layak, kebijakan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) daerah yang dijalankan  dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025 dalam konteks jangka panjang, pembangunaan pedesaan didorong keterkaitannya dengan pembangunan perkotaan secara sinergis dalam suatu wilayah pengembangan ekonomi. Dari sisi program nasional, SBY mendorong pengembangan agroindustri padat pekerja di sektor pertanian dan kelautan, sebagaimana kebijakan dana Rp 100 juta per desa untuk program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), program pertanian kawasan transmigrasi, maupun program pengembangan masyarakat pesisir dan kepulauan, serta reformasi agraria untuk meningkatkan akses lahan bagi petani desa. SBY juga telah mendorong pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan pedesaan dan kota-kota kecil terdekat. Pengembangan itu didanai oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pedesaan maupun berbagai kegiatan sektoral dari Kementerian daerah, serta peningkatan kesehatan masyarakat.
  
BAB II
PEMBAHASAN

 Kode Etik dan Korupsi
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional. Biggs dan Blocher (1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 1). Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. 2). Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. 3). Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi. Menurut Tuanakotta (2007 : 58) kode etik berisi nilai-nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Profesi bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain), rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor), dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna dan stakeholders lainnya.
Pengertian etika dilihat dari sudut klaim sejarah pengetahuan, merupakan cabang filsafat, biasanya disebut filsafat moral. Sering kali mata kuliah ”Filsafat Moral” diganti dengan kuliah ”Etika”. Jadi, etika berarti filsafat moral. Filsafat ini merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, tetapi mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh berbagai norma. Berkaitan dengan kondisi dan banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia saat ini. Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya dalam pemberatasan kenakalan para pejabat-pejabat di negeri ini. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia belum juga berhasil diberantas. Diperlukan sebuah ikhtiar yang keras untuk memberantas dan mencegah itu. Salah satunya dengan membuat rambu yang jelas bagi penyelenggara negara agar tak menyalahgunakan jabatannya. Karenanya, diusulkan Indonesia ke depan harus mempunyai Kode Etik Penyelenggara Negara untuk mendukung kebijakan anti-korupsi.
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Korupsi umumnya didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan di sektor pemerintahan (missue of public office) untuk keuntungan pribadi (Tuanakotta, 2007 : 117). Korupsi yang didefinisikan seperti itu meliputi : penjualan kekayaan negara secara tidak sah oleh pejabat, kickback dalam pengadaan di sektor pemerintahan, penyuapan dan pencurian (embezzlement) dana-dana pemerintah. Korupsi menunjukkan ketiadaan integritas dalam pemerintah, salah guna kekuasaan, dan kebijakan yang cenderung kooperatif dengan keuntungan personal baik itu ekonomi, sosial, politik, atau ideologi (Johnston 1986; Warburton 1998).
Grafik 3: Partai Terlibat Korupsi Periode 2002 - 2014 
                                Sumber: www.antikorupsi.org
Korupsi ibarat sudah mendarah daging dalam segala lapisan masyarakat. Mengambil kasus yang ringan seperti pengurusan KTP yang terjadi di masyarakat umum, dari mulai permintaan surat pengantar RT sudah dikenakan biaya, belum di RW sampai penyelesaian akhir di kantor kelurahan. Pungutan-pungutan liar ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat sehingga tidak disadari bahwa kegiatan ilegal tersebut merupakan bagian praktek korupsi yang telah berjalan selama ini. Dari grafik 3 diatas dengan jelas menggambarkan bagaimana suatu partai politik yang notabene sebagai pengemban amanah seluruh rakyat yang telah mempercayakan kepada partai-parti politik, ternyata banyak melakukan selingkuh dan tanpa ada rasa malu apalagi bersalah melanggar janji-janji yang telah disampaikan sewaktu masa kampanye. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Perbuatan melawan hukum,
  2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
  4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah:
  1. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  2. Penggelapan dalam jabatan,
  3. Pemerasan dalam jabatan,
  4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan;
5.    Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi atau kepentingan organisasinya. Lembaga pemerintah sebagai pemangku banyak kepentingan masyarakat luas merupakan ladang korupsi yang sangat empuk bagi para pengemban amanah yang tidak bertanggung jawab. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Tindakan antikorupsi memerlukan perubahan dalam struktur dan proses birokrasi. Perubahan organisasi diperlukan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang korup. Instrumen yang ada diantaranya pengadaan dan manajemen anggaran publik, reformasi administrasi, perlunya audit, sistem peradilan yang independen, kesadaran etika melalui informasi dan pendidikan publik. Inovasi birokrasi seperti kesepakatan rotasi, yuridiksi yang overlaping, organisasi yang paralel, dan birokrasi yang kompetitif, kalau dikombinasikan, maka akan mengurangi peluang munculnya korupsi (Caiden 1979, 297).
Korupsi dan Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1.     Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga  mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di dalamnya.
2.     Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat.
3.     Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak-pihak yang melakukannya.
Bisnis adalah kegiatan yang mengutamakan rasa saling percaya. Dengan saling percaya, kegiatan bisnis akan berkembang baik. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan. Kickback (secara harafiah berarti tendangan balik) merupakan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual meng”iklaskan” sebagian dari hasil penjualannya. Prosentase yang diiklaskannya itu bisa diatur dimuka, atau diserahkan sepenuhnya kepada “keiklasan” penjualan. Dalam hal terakhir, apabila penerima kickback menganggap terlalu kecil, maka akan mengalihkan bisnisnya ke rekanan yang lebih “iklas” (memberi kickback yang lebih tinggi, Tuanakotta (2007;99). Pengaruh Korupsi terhadap Etika Bisnis di Indonesia:
1.   Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2.     Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan.
3.     Korupsi menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
4.     Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
 Kasus-kasus yang dikatagorikan korupsi yang banyak terjadi didunia usaha sangatlah luar biasa bahkan lebih nekat daripada yang dilakukan oleh para pejabat negara. Cuma perbedaan yang menyolok saat ini yang terjadi di sektor swasta, biasanya kalau tindakan korupsi sudah diketahui, beberapa pemilik melakukan tegoran keras sampai dengan pemecatan secara tidak hormat. Kasus korupsi yang terjadi di sektor swasta yang berlanjut ke ranah hukum sangatlah kecil. Alasan terbesar bagi para pemilik perusahaan adalah tidak ingin direpotkan yang lebih besar lagi atas proses hukum yang berbelit dengan membutuhkan waktu dan pembiayaan yang tidak sedikit. Beberapa korupsi yang banyak melibatkan manajemen swasta antara lain: penggelembungan biaya operasional proyek oleh manajer pelaksana, permainan discount oleh para tenaga pemasaran (seperti perusahaan memberikan kebijakan discount untuk para konsumen 5% dari harga jual, oleh para marketing dengan segala kemampuannya untuk meyakinkan konsumen dapat terealisasi 3%, sedangkan 2% diambil oleh marketing), permainan discount pembelian oleh tenaga pembelian, modifikasi laporan keuangan yang tidak sebenarnya untuk keperluan tertentu misalnya peminjaman dana investasi, pelaporan ke pajak, modifikasi laporan keuangan untuk kepentingan akuisisi perusahaan dan sebagainya.
Efek dari korupsi yang terjadi di perusahaan sudah tentu akan banyak menghambat perkembangan investasi yang saat ini baru digalakkan oleh pemerintah. Laba operasi yang menjadi tujuan utama perusahaan yang sebagian laba akan diberdayakan untuk pengembangan usaha akan terhambat dan terkoreksi akibat korupsi yang dilakukan oleh personel manajemen perusahaan. Laba yang terkoreksi memungkinkan rencana perusahaan untuk melakukan ekspansi tertunda bahkan tidak dilanjutkan akibat pendanaan yang masuk ke pribadi personel manajemen dengan tindakan seperti permainan discount dan sebagainya seperti di uraikan diatas. Efek dari korupsi memungkinkan melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Perusahaan yang rapuh dengan manajemen yang tidak sehat akan semakin memberatkan program-program pembangunan pemerintah yang banyak melibatkan pada sektor swasta. Laju perekonomian yang lambat, daya beli antar perusahaan yang sangat kurang, tingkat persaingan yang tidak sehat akan berefek secara luas kepada tatanan masyarakat secara umum. Masyarakat tidak banyak menikmati pembangunan, karena pembangunan yang menguasai oleh orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan kekuasaan yang lebih. Korupsi menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Kesenjangan kehidupan yang dirasakan oleh masyarakat luas saat ini karena adanya perbedaan yang menyolok antara orang-orang yang berduit dengan orang-orang yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Dikota-kota besar kita dapat melihat dengan nyata atas perbedaan yang menyolok tersebut, seperti orang-orang yang berduit dengan kehidupan mewahnya ataupun fasilitas kemewahannya seperti kendaraan, rumah dan sebagainya. Dilain pihak kita akan melihat para pengemis jalanan, orang-orang yang tinggal dibawah jembatan atau di lingkungan pembuangan sampah dengan kehidupan yang sangat memprihatinkan. Korupsi yang terjadi dan berjalan akan semakin memisahkan secara jelas antara kehidupan masyarakat berduit dengan masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi secara nyata. Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Para koruptor tidak akan mau tau apakah tindakan yang dilakukannya tersebut akan banyak merugikan kepada masyarakat luas atau tidak. Di lingkungan perusahaan, kebanyakan tindakan penyelewengan tersebut biasanya akan dilakukan secara bersama-sama dengan karyawan terkait. Maka kadang kita suka mendengan atas posisi jabatan basah atau kering. Maksudnya adalah kalau kita dapat posisi jabatan yang basah berarti peluang untuk mendapatkan pendapatan diluar resmi sangat tinggi, seperti tenaga marketing yang berhasil memainkan discount untuk konsumen akan mempunyai peluang pendapatan tambahan yang tidak sedikit, para manajer proyek kalau berhasil memodifikasi laporan operasional proyek akan mendapatkan sisa penghematan yang mereka lakukan yang seharusnya akan dikembalikan ke perusahaan. Pengawasan yang lemah oleh manajemen akan menyuburkan praktek-praktek ilegal tersebut. Sehingga akan banyak merusak kaedah moral sebagai bagian manajemen yang sehat yang secara tidak langsung akan melemahkan sistem manajemen perusahaan secara luas, yang akhirnya akan timbul kerugian yang besar bagi seluruh komponen manajemen perusahaan dari pemilik, komisaris, direktur, manajer maupun staf perusahaan.
Korupsi dan Etika Profesi
Berkaitan antara profesi dan etika menurut Purwanto (2007) adalah memperbincangkan profesi tanpa mengaitkannya dengan persoalan etika ibarat memperbincangkan pergaulan laki-laki dan perempuan tanpa mengaitkannya dengan nilai moral sebuah perkawinan; atau memperbincangkan hubungan orang tua (ayah-ibu) dengan anak kandungnya tanpa mengindahkan nilai etika kesantunan, norma adat istiadat, serta ajaran agama yang telah mengaturnya. Segala bentuk pelanggaran dan penyimpangan terhadap tata pergaulan dianggap sebagai tindakan yang tidak bermoral (amoral), tidak etis, dan lebih kasar lagi dikatakan sebagai tindakan yang tidak beradab alias biadab. Apabila pengertian etika tersebut dihubungkan dengan kehidupan bermasyarakat tentu etika sangatlah penting karena menjadi peraturan yang tidak tertulis yang dapat mengikat perilaku manusia baik hubungannya dengan orang lain, diri sendiri maupun terhadap Tuhannya. Hakekat manusia sebagai makhluk sosial berbudaya menurut kodratnya memilki sifat ingin berkelompok untuk melampiaskan keinginan dan hasrat sebagai pemenuhan kehendaknya.
Dalam perspektif kehidupan profesi dikaitkan dengan kegiatan korupsi, etika profesi atau kode etik profesi yang dianggap sebagai pedoman suatu moralitas yang apabila dipatuhi atau ditaati sepenuhnya oleh seorang profesionalis, maka setidaknya ada sebuah harapan bahwa dengan demikian kode etik profesi sangat berperan besar dalam hal mereduksi kegiatan korupsi yang dilakukan oleh kalangan profesionalis, sebab profesionalisme dan etika profesi merupakan suatu kesatuan yang manunggal, yang dalam hal ini etika profesi berperan sebagai alat pengatur karena etika profesi mengontrol perilaku anggotanya agar tetap bekerja menurut etika yang disepakatinya. Menurut para revisionist fungsional, korupsi di negara-negara miskin dapat mendorong pembangunan ekonomi, partisipasi politik, implementasi kebijakan, dan efisiensi administrasi. Robert Merton (1957) menandaskan bahwa mesin politik klasik, meskipun korup, memiliki beberapa fungsi laten yang bermanfaat. Pemimpin politik menjadi sarana penting dalam kekuasaan terpusat, mesin politik menjadi sarana yang menjamin bantuan bagi individu atau kelompok, termasuk kaum miskin yang memerlukan pekerjaan dan bisnis yang memerlukan political privileges. Masalahnya sekarang bagaimana dengan korupsi yang dilakukan oleh para politikus jika dikaitkan dengan etika, khususnya etika profesi? Politikus bukanlah profesi yang jelas-jelas tidak meiliki kode etik profesi. Di luar konteks peraturan perundangan, hanya moral si politikus lah yang menjadi rambu-rambu atas keingingannya untuk melakukan perbuatan korupsi. Namun apalah artinya moral masa kini, yang menilai baik buruk suatu moral adalah orang lain yang dalam hal ini dilakukan oleh masyarakat umum. Penilaian dan pemberian label sebagai seorang koruptor bukanlah menjadi jaminan tidak akan terjadi korupsi lagi di negeri ini, sepanjang ada niat seseorang (pejabat) untuk memperkaya diri sendiri dengan cara “mencuri” uang rakyat yang jelas-jelas bertentangan dengan norma hukum dan moral serta etika masih terus tertanam didalam diri si pelaku korupsi, maka praktek korupsi pasti masih akan terus berlanjut hingga kapanpun.
Dalam bidang profesi akuntan, terdapat prinsip atika yang telah diterapkan  dalam pelaksanaan dan implementasi profesi ini. Prinsip Etika Profesi Akuntan antara lain: tanggung jawab profesi,     kepentingan publik, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan,  perilaku profesional, dan  standar teknis. Beberapa pelanggaran etika atas profesi ini yang telah terpublikasikan antara lain: Kasus modifikasi pelaporan keuangan pada PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini. Kasus besar lainnya yang terjadi di Amerika Serikat adalah kasus manipulasi KAP Andersen dan Enron. Sedemikian besarnya kasus tersebut sehingga paska kasus ini terdapat pembenahan tatanan pemeriksa eksternal berkaitan dengan independensi. Dalam kasus Enron ini Andersen melakukan audit internal dan audit external untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya. Enron corporation adalah salah satu klien terbesar Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10 milyar per tahunnya. Dalam rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh, dibukalah partnership-partneship yang diberi nama “special purpose partnership”. Partner dagang yang dimiliki oleh Enron hanya satu untuk setiap partnership dan partner tersebut hanya menyumbang modal yang sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya mengapa Enron berminat untuk berpartisipasi dalam partnership dimana Enron menyumbang 97% dari modal. Muncul pertanyaan dari mana Enron membiayai partnership-partnership tersebut? Pembiayaan tersebut ternyata diperoleh Enron dengan “meminjamkan” saham Enron (induk perusahaan) kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership tersebut. Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan dirinya sendiri. Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditujukan kepada pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC). Lebih jauh lagi, Enron bahkan memindahkan utang-utang sebesar $US 690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke partnership partnership tersebut. Total hutang yang berhasil disembunyikan adalah $US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $US90 pada bulan Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak $US650miliar. Manipulasi yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini. Pada bulan September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen. 
  
BAB III
PENUTUP

Dengan segala upaya, memang sangat sulit bagi pemerintah untuk memberantas korupsi di birokrasi sampai tuntas. Hal ini karena korupsi merupakan bagian yang tak terhindarkan dalam kehidupan manusia dan selalu dan akan selalu ada dalam peradaban manusia. Pandangan korupsi dari generasi ke generasi tentunya mempunyai penekanan yang berbeda-beda. Dari era kepemimpinan Soekarno, Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati dan terakhir oleh SBY. Para pemangku kepentingan mempunyai tantangan besar dalam menerjemahkan korupsi maupun tindakan pencegahannya. Sehingga dari kalangan pemerintahan, profesi, bisnis maupun seluruh kalangan masyarakat akan lebih mengetahui batasan-batasan pelanggaran korupsi yang harus dihindari dan tindakan yang benar yang harus dilakukan dalam lingkungan masyarakat luas.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Caiden, Gerald and Dwivedi O.P. (Ed). Where Corruption Lives. Kumarian Press Inc. 2001.
Lesmana M.A., Prof. Dr. Tjipta . 2009, “DARI SOEKARNO SAMPAI SBY : Intrik & lobi Politik Para Penguasa”, Gramedia – Jakarta
Kencana Syafiie, Inu, Azhari. 2005, “Sistem Politik Indonesia” PT. Refika Aditama – Bandung.
Tuanakotta, Theodorus M., 2007, “Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI – Jakarta.
Purwanto, Yadi. 2007, Etika Profesi Psikologi Profetik Perspektif Psikologi Islami, Refika Aditama, Surakarta.
http://www.History Indonesia.com/
http://www.nusantaranews.wordpress.com/